Jul 12, 2025 Master Admin
AMPHURI.ORG, JAKARTA–Presiden Prabowo Subianto baru saja menyelesaikan kunjungan kenegaraannya ke Arab Saudi. Dan Presiden tidak pulang dengan tangan kosong. Dari Riyadh, ibukota Arab Saudi, Presiden membawa ‘oleh-oleh’ besar, diantaranya komitmen investasi sekitar Rp437 triliun, pembentukan Dewan Koordinasi Tertinggi Indonesia–Saudi, kesepakatan peningkatan layanan haji dan umrah, dan —yang tak kalah penting— dukungan moral untuk Palestina dan solusi damai di Yaman.
“Tentu, semua itu terdengar manis. Tapi bagi saya, ini bukan tentang angka. Bukan juga soal gestur cium Hajar Aswad atau salat di dalam Ka’bah (meski itu luar biasa). Tapi yang jelas ini tentang arah baru: diplomasi yang spiritual, strategis, dan manusiawi,” demikian disampaikan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Ulul Albab dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Dari Jamaah ke Bangsa
Ulul mengatakan, ia menyimak bagaimana presiden Prabowo mengangkat isu jamaah haji: soal angka kematian, soal infrastruktur layanan, soal kemanusiaan di tengah ritual. Itu bukan isu kecil.
“Dalam kerja-kerja kami di AMPHURI, setiap musim haji selalu penuh tantangan. Logistik, akomodasi, cuaca ekstrem. Maka ketika Presiden membawa suara jamaah ke jantung birokrasi Saudi, itu pasti bukan basa-basi. Tetapi bentuk keberpihakan,” kata Ulul.
“Dan hasilnya? Disambut. Disetujui. Bahkan akan dibuatkan pemukiman khusus jamaah Indonesia,” sambungnya.
Ulul menambahkan, bagi AMPHURI yang setiap tahun berhadapan dengan problem teknis dan spiritual penyelenggaraan ibadah haji, maka hal ini adalah terobosan yang sangat dinanti.
Investasi Harus Dikelola dengan Tepat
Lebih lanjut soal komitmen investasi Saudi, Ulul menyampaikan, angka Rp437 triliun itu bukan angka kecil. Itu kira-kira dua kali lipat anggaran Kementerian Kesehatan satu tahun. Atau cukup untuk membangun ribuan sekolah, rumah sakit, bahkan mempercepat elektrifikasi desa-desa terpencil.
“Dalam skala APBN, itu bisa menambal banyak lubang pembangunan,” tegasnya.
Lebih menarik lagi, kata Ulul, kalau hal itu dibandingkan dengan sektor haji dan umrah. Dalam satu musim haji, misalnya, total belanja masyarakat Indonesia ke Saudi bisa mencapai lebih dari Rp30 triliun —itu baru dari jamaah haji reguler dan khusus. Belum termasuk umrah yang setiap tahunnya menyumbang lebih dari satu juta keberangkatan, dengan estimasi belanja masyarakat tak kalah besarnya.
“Artinya, investasi ini nyaris setara dengan akumulasi ekonomi keumatan lintas sektor selama satu dekade,” ujar Ulul.
Maka, kata Ulul, ketika diumumkan bahwa komitmen investasi dari Saudi mencapai Rp437 triliun, ia tidak serta-merta ikut senang. Bukan karena pesimis, justru ia bersyukur.
“Saya tahu, dana sebesar itu bisa jadi berkah, tetapi bisa juga lewat begitu saja kalau tidak dikelola dengan tata kelola yang matang dan amanah,” tegasnya.
Menurut Ulul, pernah ada banyak contoh, uang besar masuk tapi manfaatnya hanya mampir di permukaan. Proyek berdiri, tapi tak berpihak pada rakyat. Infrastruktur megah, tapi tak mengangkat pelaku kecil di sektor real.
“Maka pertanyaan saya: apakah birokrasi kita cukup siap menyambutnya? Apakah roadmap pemanfaatannya sudah dirancang inklusif, bukan hanya untuk korporasi besar, tapi juga untuk sektor seperti haji, umrah, pariwisata halal, dan UMKM umat?” tanya Ulul.
Kalau tidak hati-hati, lanjut Ulul, investasi sebesar ini hanya akan melahirkan megaproyek tanpa makna. Tapi jika dikelola dengan benar, bisa jadi tonggak lahirnya ekonomi umat berbasis nilai dan kemitraan sejati.
Diplomasi Bernapas Nilai
Kemudian, yang membuat ia sedikit lega adalah satu hal: diplomasi Prabowo tidak kehilangan ruh. Di tengah arus normalisasi hubungan dengan Israel, Indonesia tetap bersuara untuk Gaza. Di tengah konflik Yaman yang rumit, Indonesia tetap bicara damai.
“Ini bukan hal kecil. Ini soal sikap. Dan bangsa besar hanya bisa dihormati kalau punya sikap yang berakar dari nilai,” ujar Ulul.
“Itulah kekuatan kita sebenarnya. Bukan senjata. Bukan nuklir. Tapi posisi moral dan spiritual. Dan dalam pertemuan di Riyadh itu, kita melihat upaya menjaga posisi itu tetap hidup,” imbuhnya.
Tugas Bersama: Menyambut dan Mengawal
Sebagai Ketua bidang Litbang, Ulul mengatakan, ia tahu betul dinamika di lapangan. Ribuan penyelenggara haji dan umrah adalah pelaku ekonomi real yang bersentuhan langsung dengan jutaan warga Muslim setiap tahun. Mereka bukan hanya agen perjalanan, tapi juga aktor pelayanan umat. Maka, ketika investasi besar datang, sektor ini seharusnya tidak hanya jadi penonton.
“Mereka ini harus masuk dalam desain besar penguatan ekosistem ekonomi keumatan, mulai dari infrastruktur digital, layanan akomodasi, hingga pengembangan SDM bersertifikasi internasional,” katanya.
“Presiden pulang dari Riyadh membawa oleh-oleh yang cukup luar biasa. Kini tugas kita menjaga agar oleh-oleh itu tidak cepat basi,” pungkas Ulul yang tercatat juga sebagai aktivis ICMI ini. (hay)
Jul 12, 2025 Master Admin